ArtikelTabayyun

Duduk Perkara Mubahalah Ghulam Ahmad dan Maulvi Sana’ullah

close up shot of person holding prayer beads

Sebagian besar informasi tentang Ahmadiyah yang tersebar di publik (masyarakat) adalah tidak benar atau kurang lengkap/tidak utuh atau tidak diketahui  konteksnya sehingga banyak orang yang memperoleh kesan yang salah dan akibatnya menjadi anti Ahmadiyah.

Informasi tentang Ahmadiyah yang kurang benar itu kemungkinan besar memang dibuat dengan sengaja oleh pihak lawan HM Ghulam Ahmad, yang sangat benci terhadap HM Ghulam Ahmad. Betapa besar kebencian lawan HM Ghulam Ahmad terhadap beliau dapat ditelusuri dari sejarah/riwayat sebagai berikut.

Sebelum HM Ghulam Ahmad mendakwakan diri sebagai Al-Masih Yang Dijanjikan pada tahun 1890, jadi pendakwaannya masih sebagai mujaddid (pendakwaan sebagai mujaddid pada tahun 1882) para ulama memberikan dukungan positif atas apa-apa yang dilakukan oleh HM Ghulam Ahmad atas kemujaddidannya.

Tetapi sejak beliau mengatakan bahwa Nabi Isa as. telah wafat dan Al-Masih Yang Dijanjikan yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh kaum muslim tak lain adalah beliau sendiri maka, sebagian besar umat beragama baik Islam maupun Nasrani menentangnya.

Pimpinan penentangan ini antara lain adalah seorang ulama muslim, Maulwi Muhammad Hussain Batalwi, yang berkeyakinan bahwa Nabi Isa as. masih hidup di langit. Muhammad Hussain Batalwi ini mengatakan:

“Sebab saya yang dahulu telah memajukan orang ini, maka sekarang saya pula yang akan menjatuhkannya. Yakni, dahulu karena pertolongan dan pujian dari saya orang ini mendapat kehormatan, maka sekarang saya pula yang akan menentangnya dengan gigih sampai orang ini dibenci dan dihina orang-orang.” (Ghulam Ahmad, Jihad tanpa kekerasan. Asep Burhanudin, hal. 41, Penerbit LKiS, merujuk pada Bashiruddin Mahmud Ahmad, Riwayat Hidup…hal. 26-30)

Para pembaca dapat menangkap atau merasakan nuansa atau mood hati, betapa bencinya Maulwi Muhammad Hussain Batalwi (dan orang-orang lain tentunya) terhadap HM Ghulam Ahmad. Untuk itu kami menghimbau kepada para pembaca agar bersabar dalam membaca tanggapan kami yang bertahap ini.

Kesalahpahaman pertama berkenaan dengan HM Ghulam Ahmad adalah persoalan mubahalah beliau dengan Maulvi Sanaullah, seorang ulama dari Amritsar.

Para penentang Ahmadiyah menyatakan telah terjadi mubahalah antara Mirza Ghulam Ahmad dengan Maulvi Tsanaullah. Akibat dari mubahalah itu, beliau meninggal lebih dulu (tahun 1908) mendahului Maulvi Tsanaullah. Dan ini seolah menjadi bukti kebohongan Ghulam Ahmad.

Di bawah ini kami terangkan sedikit banyak persoalan ini. Sebagian besar sumber tanggapan atas persoalan Mubahalah antara HM Ghulam Ahmad dan Maulvi Sana’ullah ini penulis ambil dari buku ‘Tayo Lies’ karya Maulana M.K. Hydal.

Lawan-lawan Ahmadiyah keliru tentang kapan mulainya proses Mubahalah antara Hazrat Mirza Ghulam Ahmad dengan Maulwi Sanaaullah. Mereka mengira mulainya proses Mubahalah pada tahun 1907.

Pada waktu HM Ghulam Ahmad mendakwakan diri sebagai Masih Yang Dijanjikan pada tahun 1890, para ulama membuat fatwa bahwa beliau kafir. Beberapa lawannya bahkan menantang beliau untuk mengadakan Mubahalah (Izaala Auhaam, hal. 637-638).

HM Ghulam Ahmad memperingatkan lawan-lawannya betapa beratnya tantangan seperti itu. Pada th. 1893 beliau meminta dengan sangat (mendesak) kepada lawan-lawannya agar berhenti menyatakan bahwa beliau kafir dan bila Mubahalah memang merupakan cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalah, maka beliau siap untuk itu. Tetapi Maulwi yang melawan beliau menjauhkan diri.

Dalam Anjaami Atham, hal. 65-66 (ini dalam tahun 1897) yang di dalamnya HM Ghulam Ahmad menuliskan daftar nama lawan-lawannya yang dapat melakukan Mubahalah. Nama Maulwi Sanaaullah ada dalam daftar tersebut. Kemudian pada th 1902 dalam Ijaazi Ahmadi, hal. 12 & 15, HM Ghulam memberikan bentuk (format) Mubahalah.

Maulwi Sanaaullah tetap diam sampai tanggal 17 Maret 1907, ketika HM Ghulam Ahmad sekali lagi mengingatkannya dalam surat kabar Al-Hakm tentang Mubahalah tersebut.  Maulwi Sanaaullah menjawab dalam surat kabar Ahli Hadis tanggal 29 Maret 1907 sbb.

“Datanglah di tempat mana yang kamu inginkan dan bersumpah dengan kami”
“Mirzaais! Bila kamu benar, maka datanglah dan bawa serta kelompokmu bersama denganmu”
“Dengan dasar yang sama di Amritsar (tempat tinggal Maulwi Sanaaullah), telah siap Sufi Abdul Ghaznawi untuk Mubahalah sekalian”
“Bawa serta mereka ke kami, yang dalam Anjaami Atham telah engkau undang pula untuk Mubahalah”

Pada tanggal 4 April 1907, HM Ghulam Ahmad menjawabnya dan dimuat di surat kabar Badr: “Tantangan Maulwi untuk melakukan Mubahalah telah diterima”

Tetapi, Maulwi Sanaaullah pada tanggal 12 April 1907 berkelit di surat kabarnya, Ahli Hadis, sbb.

“Saya akan datang untuk bersumpah, tapi kamu menyebutnya sebagai Mubahalah, meskipun Mubahalah adalah jika dua kelompok bersumpah satu terhadap yang lain” “Saya berkata saya akan bersumpah, saya tidak pernah berkata Mubahalah. Bersumpah adalah satu hal, Mubahalah adalah hal lain”

(Catatan: pembaca dapat melihat bahwa pernyataan tgl. 12 April 1907 ini Maulwi Sanaaullah hanya mengakui untuk bersumpah, jadi sudah berbeda dengan inti pernyataannya tgl. 29 Maret 1907).

HM Ghulam Ahmad setelah membaca surat kabar tanggal 13 April tersebut, pada waktu malam harinya memohon petunjuk kepada Allah SWT. Pada tanggal 14 April beliau menerima jawaban (dari Allah SWT.): “Saya akan menjawab panggilan dari seorang pemohon”.

Dengan itu, beliau lalu mengetahui bahwa Allah telah memberi ijin untuk meneruskan Mubahalah, sehingga pada tanggal 15 April 1907, sebagai upaya terakhir untuk meyakinkan Maulwi Sanaaullah tentang pendakwaannya, beliau melakukan do’a/salat dari pihak sendiri, sambil mengundang pihak Maulwi Sanaaullah untuk melakukan do’a/salat di pihaknya dan menyerahkan hasilnya kepada Allah.

Sejak tahun 1902, dalam Ijaazi Ahmadi, HM Ghulam Ahmad telah menulis sbb: “Marilah kita berdua berdo’a/salat/memohon bahwa pembohong akan mati dalam waktu selagi yang benar masih hidup”

dan pada halaman 37 dalam buku ini beliau secara jelas menyatakan: “Bila dia menerima tantangan ini yaitu bahwa pembohong akan mati di hadapan yang benar, maka pastilah dia akan mati lebih dulu”

Dengan situasi yang seperti itu, Maulwi Sanaaullah lalu mengundurkan diri. Pada tanggal 24 April 1907, dalam risalah “Ahli Hadis,” Maulwi Sanaaullah menulis 6 alasan mengapa ia membatalkan mubahalahnya dengan Mirza Ghulam Ahmad sebagai berikut:

  1. Pertama: “Saya tidak pernah setuju berdo’a/salat yang seperti itu dan tanpa persetujuan (ijin, sepengetahuan) saya  mengenai berdoa/salat ini, diterbitkan”.
  2. Kedua: “Hal ini tidak diterbitkan dengan cara ilham, tapi lebih baik dikatakan bahwa ini bukanlah suatu ramalan dan ilham, tapi itu hanyalah suatu do’a/salat”
  3. Ketiga: “Keluhanku pada anda (HM Ghulam Ahmad) bila saya mati, bukti (atau fakta) apa yang dapat diambil bagi orang-orang lain?”
  4. Keempat: “Anda sangat cerdik, (untuk berdo’a agar mati karena wabah pes) setelah melihat bahwa sekarang ini wabah sedang menghebat di Punjab. Dan di Punjab, terutama di ibu kota Lahore yang sangat dekat dengan Amritsar (dimana Maulwi Sanaaullah tinggal)”.
  5. Kelima: “Permohonan anda samasekali tidak menyelesaikan masalah, karena seorang muslim mati karena wabah, menurut hadis, dianggap sebagai mati syahid. Jadi, bagaimana permohonan dapat menunjukkan seseorang yang mati karena wabah pes sebagai pembohong?”
  6. Keenam: “Anda juga cerdik, pada permulaan anda mohon kematian karena wabah pes atau kholera; tapi kemudian anda juga mengatakan malapetaka yang lain yang menyebabkan kematian”.

Akhirnya, dalam tulisan itu, Maulwi Sanaaullah menyimpulkan sbb.: “Ringkasnya menurut permintaan anda, saya siap sedia mengambil sumpah bila anda mau memperlihatkan kepadaku hasil dari sumpah ini. Dan tulisan ini (yaitu soal mubahalah) dari anda, SAYA MAUPUN SEMBARANG ORANG LAIN YANG BIJAKSANA (BERAKAL) TIDAK AKAN MAU MENERIMANYA”

Jadi, dari jawaban Maulwi Sanaaullah pada tanggal 24 April 1907 tersebut, berarti dia menolak atau mengingkari kesediaannya untuk melakukan Mubahalah. Dalam konteks ini, di hari berikutnya, tanggal 25 April 1907, HM Ghulam Ahmad mengumumkan bahwa “Permohonanku telah diterima”.

Maulwi Sanaaullah telah terbukti sebagai pembohong. Karena pada tanggal 29 maret 1907 sebagaimana dirujuk sebelumnya, dia menulis: “bersumpahlah dengan kami. Bawa serta kelompokmu bersama denganmu. Bawa mereka kepada kami (nama-nama) mereka yang diundang di Anjaami Atham untuk Mubahalah”.

Tetapi pada tanggal 12 April 1907 dia berkata: “Saya tidak pernah mengatakan Mubahalah, Mubahalah adalah bila dua kelompok bersumpah satu terhadap yang lain”.

Jelas sekali bahwa Maulwi Sanaaullah memaksudkan Mubahalah ketika dia menulis “bawa serta kelompokmu bersama denganmu” juga “Bawa mereka kepada kami (nama-nama) mereka yang diundang di Anjaami Atham untuk melakukan Mubahalah”.

Dalam perkembangan selanjutnya, mereka yang anti Ahmadiyah lalu tidak memunculkan lagi (menghapus) tulisan-tulisan dalam huruf tebal (jawaban Maulwi Sanaaullah tgl. 24 April 1907), sehingga para pembaca memperoleh kesan yang berbeda dengan peristiwa yang sebenarnya kalau peristiwanya ditulis secara utuh.

Jadi, kalau jawaban Maulwi Sanaaullah (yang ditulis dengan huruf tebal) pada tanggal 24 April 1907 dihapus,  seolah-olah Mubahalah tetap terlaksana, pada hal tidak ada Mubahalah samasekali dan kelihatan bahwa Maulwi Sanaaullah tadinya mau melakukan Mubahalah tapi akhirnya mundur, tidak mau berMubahalah.

Hal ini perlu diketahui betul, karena mereka yang anti Ahmadiyah, setelah menghapus jawaban Maulwi Sanaaullah tanggal 24 April 1907 tersebut lalu mengatakan: “Setelah melakukan Mubahalah, setahun kemudian (pada tahun 1908) HM Ghulam Ahmad meninggal”.

Sungguh suatu rekayasa pembohongan yang hebat dari pihak yang anti Ahmadiyah. Ahmadiyah dapat mengerti bila ada orang-orang yang membaca riwayat masalah Mubahalah tersebut tanpa tulisan-tulisan yang dicetak huruf tebal (karena sudah dihapus), sehingga lalu memandang HM Ghulam Ahmad sebagai pembohong.

Tetapi Ahmadiyah tidak dapat mengerti orang yang menghapus tulisan yang dicetak dengan huruf tebal tersebut untuk menipu para pembacanya. Jelas orang itu orang yang suka memfitnah, bukan orang yang jujur.

Kesimpulan dari uraian agak panjang di atas adalah bahwa sesungguhnya mubahalah antara HM Ghulam Ahmad dengan Maulvi Tsanaullah dari Amritsar itu tidak pernah terjadi. Sehingga kematian beliau di tahun 1908 itu bukan disebabkan karena mubahalah itu, melainkan karena kematian yang wajar.[]

Penulis: H. Fahturrahman Ahmadi | Ketua Umum PB GAI

Dinukil dan diselia dari tulisan “Meluruskan Kesalahpahaman Tentang Ahmadiyah” karya H. Fathurrahman Ahmadi (Ketua Umum PB GAI ke-8, Menjabat selama tiga periode, Masa Bakti 1999 – 2014)

Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here