Ketika jiwa kita dengan semangat tinggi menghadap ke arah Sumber rahmat (Allah) untuk memohon sesuatu, dan dengan memikirkan kelemahan diri sendiri kita mencari cahaya dari tempat lain; maka sebenarnya keadaan kita itu merupakan keadaan berdoa.
Dengan doa itu semua pengetahuan dan kebijaksanaan dapat terungkap. Doa merupakan kunci setiap rumah pengetahuan. Tidak ada bagian pengetahuan sekecil apa pun yang terungkap tanpa doa. Pemikiran kita, perenungan kita, dan penggunaan pikiran kita untuk pencarian akan hal-hal yang tersembunyi, semua itu termasuk dalam perkara doa.
Perbedaannya hanyalah, doa orang-orang yang mengenal Allah (‘arif) terikat dengan aturan pengenalan Allah. Jiwa mereka mengenal Sumber rahmat (Allah), dengan penglihatan ruhani mereka menghadap ke arah-Nya.
Sedangkan doa orang-orang yang terhijab (mahjub) hanyalah pengembaraan pikiran yang dimanifestasikan dalam corak pemikiran, pertimbangan, dan pencarian penyebab dan sarana. Mereka orang-orang yang tidak mengenal Allah Ta’ala dan tidak percaya kepada-Nya. Mereka pun dengan kontemplasi dan pemikiran yang mendalam berharap agar dari yang gaib ada hal kesuksesan yang terbisikkan dalam hati mereka.
Orang yang mengenal Allah yang berdoa menginginkan agar Allah membukakan jalan untuk kesuksesan padanya. Tetapi orang yang terhijab yang tidak memiliki koneksi dengan Allah Ta’ala, tidak tahu sumber rahmat. Seperti orang yang mengenal Allah, fitrah orang yang terhijab saat kebingungan juga menginginkan bantuan dari tempat lain, dan untuk memperoleh bantuan itu, dia berpikir.
Orang yang mengenal Allah melihat sumber bantuan itu. Sedangkan orang yang terhijab berjalan dalam kegelapan dan tidak tahu bahwa apa yang muncul dalam hati atau batinnya setelah dia berpikir dan merenung itu juga dari Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala menetapkan berpikirnya seorang pemikir sebagai doa. Allah menurunkan pengetahuan dalam hati atau batin orang yang berpikir sebagai pengabulan doa.
Pendek kata, titik pengetahuan dan kebijaksanaan yang muncul dalam hati atau batin melalui pemikiran itu juga berasal dari Allah, meskipun orang yang berpikir tidak mengerti. Tetapi Allah Ta’ala mengetahui bahwa dia sedang memohon kepada-Nya, maka akhirnya dia memperoleh apa yang dimaksudkan dari Allah.
Doa yang bijaksana (‘arifanah doa) sebagai cara mencari cahaya dengan mengenal Pembimbing hakiki (Allah) dan dengan penglihatan ruhani. Sedangkan doa yang terhijab atau terselubung (mahjubah doa) sebagai cara mencari cahaya dari sumber yang tidak diketahui dan tidak terlihat penuh wujud Pemberi cahaya hakiki, dengan melalui pemikiran dan perenungan.
Dari pembahasan itu terbukti bahwa untuk mewujudkan usaha dan manajemen urutan pertamanya adalah doa, yang telah ditetapkan oleh hukum alam sebagai hal penting bagi setiap manusia.
Setiap manusia yang ingin mencapai suatu tujuan tentu saja harus melalui jembatan itu.
Sungguh memalukan seseorang yang berpikir bahwa ada kontradiksi antara doa dengan usaha.
Apa yang maksud berdoa di sini? Yaitu berharap agar Allah Yang mengetahui hal gaib berkenan membisikkan dalam hati usaha dan manajemen terbaik.
Kemudian bagaimana mungkin terjadi kontradiksi antara doa dengan usaha?
Sebagaimana dari kesaksian hukum alam terbukti bahwa ada hubungan usaha dengan doa, begitu pula hal itu juga terbukti dengan kesaksian fitrah manusia. Seperti yang terlihat saat ada musibah atau kesulitan, sifat dasar manusia cenderung sibuk ke arah usaha dan perbaikan. Selain itu, dengan semangat alami dia juga condong ke arah doa, amal dan sedekah.
Jika kita perhatikan semua bangsa di dunia, maka dapat diketahui bahwa hingga sekarang tidak terlihat ada konsensus suatu bangsa yang bertentangan dengan masalah itu. Inilah argumen ruhani bahwa hukum batin manusia sejak dahulu kala telah memberikan fatwa kepada semua bangsa bahwa mereka tidak boleh memisahkan doa dengan sarana dan usaha. Sebaliknya mereka seharusnya mencari solusi usaha melalui doa.
Jadi doa dan usaha merupakan dua tuntutan alami sifat manusia sejak dahulu kala dan sejak manusia lahir. Mereka seperti dua saudara kandung yang berfungsi sebagai pelayan fitrah manusia. Usaha sebagai hasil kebutuhan untuk doa, dan doa sebagai penggerak dan penarik untuk usaha. Keberuntungan manusia terletak pada kenyataan bahwa dia seharusnya meminta bantuan dari Sumber rahmat (Allah) dengan doa sebelum melakukan usaha dan manajemen, sehingga dia bisa memperoleh cahaya dan perencanaan serta usaha dari Sumber abadi (Allah) yang baik sekali.
Hazrat Mirza Ghulam Ahmad, Ayyamus Sulh, hlm. 2-3
Comment here