Kang aran bebudèn luhur Dudu pangkat, dudu ngèlmi Uga dudu kapinteran Lan dudu para winasis Apa manèh kasugihan Nanging mung sucining ati | Yang namanya budi luhur Bukan pangkat, bukan ilmu Juga bukan kepandaian Dan bukan para akhli Apa lagi kekayaan Hanyalah kesucian kalbu |
Ada orang-orang yang senang pada kesenian, orang-orang lain pada filsafat, orang-orang lain lagi pada ilmu pengetahuan, pada politik, pada agama, pada keindahan alam, bahkan ada orang-orang yang hidupnya berkecimpung dalam salah satunya. Sebaliknya banyaklah orang-orang yang terhadap semua itu ACUH TAK ACUH saja.
Tetapi terhadap moral ternyata SEMUA ORANG besar perhatiannya. Orang tersinggung oleh perlakuan yang tidak baik kepadanya. Orang baca surat kabar harian, meskipun yang dibaca hanyalah judul-judul beritanya, jika judulnya menarik baru seluruhnya dibaca, maka selalu dalam hati ia simpati kepada kejadian mengenai perbuatan yang baik, dan mengutuk kejadian yang amoral. Judul-judul perkara wisuda, pilkades, pemilu, pengajian, musik, mungkin dilewati saja. Sebaliknya kabar-kabar mengenai koruptor ditangkap dan diadili, penjambret yang dihajar masa memberinya kepuasan.
Semua orang dapat membedakan mana baik mana buruk. Manusia dituntut untuk berbuat baik dalam pergaulan antara suami dan isteri, antara orang tua dan anak-anak, antara handai tolan, di masyarakat, di tempat kerja. Memang sudah fitrahnya manusia untuk berbuat baik. Maka orang jahat tahu betul jika ia telah berbuat jahat, dan tahu betul apa konsekwensinya dunia akhirat.
Orang yang simpatik akan diterima di mana-mana, orang yang tidak simpatik akan dikucilkan di mana-mana. Manusia tahu betul bahwa masyarakat menghargai mereka yang disiplin, tekun, rajin, adil, sederhana, berwibawa, bersabar, bijaksana, ramah, dapat menahan diri.
Dengan tepat sekali dalam bait di atas, akhlak atau moral dinamakan budi, menunjukkan bahwa sumbernya ialah kerohanian, yaitu NAFS atau jiwa manusia.
Nafs ammarah (QS 12:53) ialah jiwa hewani mendorong manusia untuk berbuat jahat. Nafs lawwamah (QS 75:2) ialah jiwa moral mendorong manusia untuk berbudi luhur. Adapun nafs mutmainnah (QS 89:27) ialah jiwa tenang mendamai mendorong manusia untuk kembali kepada Tuhan. Maka Tuhan menjamin “Aflaha atau sukses lahir batin dunia akhirat ia yang menumbuhkan nafsnya dan sungguh gagal ia yang menguburnya” (QS 91:9,10).
Maka manusia ASLAMA atau serah diri kepada Tuhan untuk Tuhan berkenan menumbuhkan nafsnya. Kemudian semua manusia Islam tahu benar, bahwa qalbu yang suci adalah yang dikehendaki oleh Tuhan, berarti ISTIGHFAR solusinya.
Qalbu yang suci bersih membentuk kepribadian yang agung, memberi penampilan yang menarik, yaitu pandangan mata yang sejuk, tutur kata yang indah dan efisien, serta perbuatan yang amal soleh. Itulah Nabi Besar SAW, suri teladan yang sempurna bagi manusia Islam. Dan itulah keadaan yang FITRAH.
Maka semboyan “kembali kepada fitrah” sudah benar sekali, dengan pelaksanaan “kembali kepada Qur’an dan sunnah Rasul” juga sudah benar. Seumur hidup ASLAMA DAN ISTIGHFAR juga sudah benar. Insya Allah akhirnya tumbuh obsesi untuk “kembali kepada Tuhan”.Amin, ya Robbal Alamin.[]
Comment here