Khutbah

Bersyukur dan Meraih Kebaikan yang Berlimpah dengan Shalat dan Qurban

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Kami (Allah) telah memberikan kepadamu kebaikan yang berlimpah-limpah. Maka bershalatlah untuk Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya musuhmu terputus (dari kebaikan/rahmat Allah).” (Al- Kautsar, 108:1-3).

Dari firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Kautsar ini kita bisa menyimpulkan bahwa ketika kita memperoleh kebaikan atau kenikmatan yang berlimpah, serta berbagai kesuksesan, seharusnya kita bersyukur kepada Allah.

Sebagian bentuk dan bukti syukur kita adalah dengan menjalankan shalat dan berkurban demi Allah Ta’ala (lillahi ta’ala).

Firman Allah dalam surat Al-Kautsar itu juga memberikan petunjuk bahwa shalat dan kurban yang dilakukan dengan tulus juga bisa menjadi cara untuk meraih anugerah kebaikan atau kenikmatan yang berlimpah dari Allah SWT.

Pentingnya Shalat

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan jahat; dan sesungguhnya ingat kepada Allah itu (kekuatan) yang paling besar.” (Al-‘Ankabut, 29:45).

Dalam firman Allah ini disebutkan kriteria untuk menilai  kebenaran shalat seseorang. Jika orang yang bershalat itu dapat tercegah dari perbuatan keji dan jahat, berarti shalatnya benar. Sebaliknya, jika orang yang bershalat itu belum tercegah dari perbuatan keji dan jahat, berarti shalatnya belum benar, shalatnya hanyalah ritual (upacara) belaka, tanpa ada spirit (ruh) di dalamnya.

Nabi Muhammad saw. bersabda, “Kunci Surga adalah shalat” (HR. Ahmad)

Shalat yang bisa berfungsi sebagai kunci untuk masuk Surga adalah shalat sejati (shalat yang benar), shalat yang ada spirit (ruh) di dalamnya.

Dalam shalat terdapat unsur sikap (gerakan), bacaan doa dan ayat Quran.

Untuk mewujudkan shalat sejati, shalat yang ada spirit (ruh) di dalamnya, kita seharusnya mengerti makna sikap (gerakan) dan bacaan dalam shalat. 

Dengan demikian, shalat yang kita lakukan itu bisa menyadarkan kita akan hal-hal yang seharusnya kita hindari dan hal-hal yang seharusnya kita realisasikan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai tindak lanjut amalan shalat kita.

Beberapa nilai dan petunjuk yang terkandung dalam shalat yang semestinya ditindaklanjuti  dalam kehidupan sehari-hari, di luar shalat, misalnya:

  • Kita berwudu (menyucikan diri) sebelum kita menghadap Allah dengan melaksanakan shalat. Hal ini menunjukkan bahwa kita seharusnya selalu berupaya menyucikan diri dari sifat-sifat buruk, perbuatan buruk dan dosa sebelum kita menghadap  Allah karena meninggal dunia.
  • Saat bershalat kita mengucapkan takbir “Alloohu akbar” (Allah Maha Besar). Hal ini menunjukkan bahwa kita seharusnya menanamkan sifat tawadu’ (rendah hati) dalam diri kita, bukan sombong (merasa lebih besar), karena hanya Allah Yang Maha Besar.
  • Saat membaca surat Al-Fatihah dalam shalat kita pasti mengucapkan (menyatakan)  “Iyyaaka na’budu” (kepada-Mu kami mengabdi). Hal ini menunjukkan bahwa bila kita konsisten dan konsekuen dengan pernyataan itu, kita tentu akan senantiasa berupaya untuk mencegah diri dari perbuatan keji dan jahat, karena perbuatan itu bukan termasuk perbuatan mengabdi kepada Allah atau mengikuti kehendak Allah, namun justru sebaliknya, ia termasuk perbuatan yang melanggar kehendak Allah.
  • Saat bershalat kita melakukan rukuk (membungkuk) di hadapan Allah. Hal ini menunjukkan bahwa kita semestinya tunduk patuh kepada Allah.
  • Saat bershalat kita melakukan sujud. Hal ini menunjukkan bahwa kita seharusnya senantiasa berupaya untuk mendekat dan bisa dekat dengan Allah. Karena keadaan seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika dia bersujud (HR. Muslim no. 313)
  • Dalam shalat, rukuk dilakukan lebih dulu daripada sujud. Hal ini menunjukkan bahwa sikap tunduk dan patuh kepada Allah hendaklah kita tunjukkan terlebih dahulu sebelum kita mendekat Allah dan mencapai kedekatan dengan-Nya.
  • Saat bershalat kita mengakhiri shalat dengan mengucapkan salam “Assalaamu ‘alaikum wa rohmatulloohi wa barokaatuh” (Semoga Allah melimpahkan keselamatan atau kedamaian, rahmat dan berkah-Nya kepadamu), sambil menengokkan wajah ke kanan dan ke kiri. Hal ini menunjukkan bahwa kita seharusnya selalu berupaya menyebarkan (menegakkan) keselamatan dan kedamaian di sekitar kita.

Pengertian Kurban

Kurban adalah melakukan sesuatu untuk mendekatkan diri kepada Allah, untuk mencapai kedekatan dengan Allah dan memperoleh ridha-Nya.

Untuk mencapai perubahan besar dalam hidup kita, untuk mencapai kedekatan dengan Allah dan memperoleh ridha-Nya, selain kita perlu melakukan ritual kurban dengan menyembelih hewan ternak pada waktu tertentu (10-13 Dzulhijjah) seperti yang ditetapkan dalam  syariat Islam, kita juga wajib memperhatikan esensi dan hakikat kurban, yaitu mengurbankan nafsu binatang (hawa nafsu) dan mewujudkan takwa.

Allah SWT berfirman, “Tidak akan sampai kepada Allah dagingnya dan darahnya, akan tetapi akan sampai kepada-Nya takwa kamu.” (Al-Hajj, 22:37).

Menurut firman Allah ini, ada dua macam nilai yang terkandung dalam kurban.

Pertama, nilai jasmaniah, yakni daging dan darah, untuk manusia. Daging kurban terutama bermanfaat untuk mewujudkan kepedulian sosial, memperkuat dan mempererat ikatan hubungan serta persaudaraan dengan sesama manusia (hablun minannas).

Kedua, nilai ruhaniah,  yakni takwa, untuk Allah. Dengan menyembelih (mengurbankan) nafsu binatang (hawa nafsu), kita akan lebih mudah mewujudkan ketakwaan dan ketaatan kepada Allah.

Ketakwaan, ketaatan kita kepada Allah, sekalipun kita harus merelakan apa yang kita cintai, merupakan jalan terbaik untuk mencapai kedekatan dengan Allah dan memperoleh ridha-Nya.

Seperti yang pernah dicontohkan dan dialami oleh Nabi Ibrahim as. Beliau pernah diperintahkan oleh Allah (lewat ru’ya/mimpi) untuk menyembelih (mengurbankan) Ismail, putra yang sangat beliau cintai dan sebagai putra tunggal beliau saat itu.

Namun sebenarnya dengan perintah itu Allah hanya bermaksud menguji dan menakar seberapa besar kepatuhan Ibrahim kepada-Nya. Setelah Ibrahim betul-betul siap melaksanakan apa yang diminta dan dikehendaki Allah dan Ismail pun mendukungnya, akhirnya Allah menerima niat dan tekad tulus mereka. Nabi Ibrahim as. tidak perlu mengurbankan Ismail, dan sebagai gantinya beliau mengurbankan binatang domba.

Kepatuhan, kecintaan dan pengurbanan Nabi Ibrahim as. menjadikan Allah dekat dan ridha dengan beliau. Sehingga beliau mencapai kesuksesan hidup. Doa-doa beliau makbul. Beliau mendapat gelar Abul Anbiya’ (leluhur para Nabi), karena banyak anak turun beliau yang menjadi Nabi.

Semoga dengan taufik dan hidayah Allah kita dapat menunaikan shalat dan kurban dengan tulus. Sehingga kita pantas memperoleh anugerah kebaikan (kenikmatan) yang berlimpah dari Allah SWT, di dunia dan akhirat. Aamiin.[]

  • Tulisan di atas adalah ikhtisar Khutbah Idul Adha 1445 H oleh Drs. H. Yatimin AS, Ketua Umum PB GAI, yang disampaikan di halaman SDN Gombang, Tirtoadi, Mlati, Sleman, pada Senin 17 Juni 2024.
Yuk Bagikan Artikel Ini!

Comment here