Qur’an bukanlah buatan ataupun perkataan Nabi Suci. Qur’an adalah wahyu atau firman Allah Ta’ala, yang dibawa melalui perantaraan Malaikat Jibril, yang disampaikan dalam bahasa Arab kepada Nabi Muhammad saw. dalam bentuk kata-kata yang terang (matluw), untuk diteruskan kepada umat manusia.
“Sesungguhnya ini adalah wahyu dari Tuhan sarwa sekalian alam. Ruhul-Amin menurunkan ini dalam hati engkau, agar engkau menjadi seorang juru ingat, (diwahyukan) dalam bahasa Arab yang terang” (26:192-195).
“Siapakah yang memusuhi Jibril, padahal ia benar-benar menurunkan itu dalam hati engkau atas perintah Allah” (2:97).
“Ruhul Kudus telah menurunkan itu dari Tuhan dikau dengan benar” (16:102).
Jika kita perhatikan, dalam tiga ayat di atas Qur’an Suci menggunakan istilah yang berbeda untuk menyebut malaikat pembawa wahyu Qur’an, yakni Ruhul-Amin, Jibril, dan Ruhul Kudus.
Lalu, dalam salah satu Hadits yang menerangkan peristiwa turunnya wahyu pertama kepada Nabi Suci, malaikat pembawa wahyu itu disebut juga Namusul-Akbar (Namus yang besar).
Namus artinya “malaikat yang kepadanya dipercayakan rahasia Tuhan”(lihat An-Nihayah fi Gharibil-Haditsi wal-Atsar karya Ibnu Atsir). Rahasia Tuhan yang dimaksud adalah Risalah Allah yang diturunkan kepada manusia melalui para Nabi.
Dalam Hadits yang sama, disebutkan juga bahwa malaikat yang mengemban wahyu Al-Qur’an itu adalah malaikat yang sama yang mengemban wahyu kepada Nabi Musa a.s.
Jadi, Qur’an maupun Hadits menjelaskan bahwa malaikat yang mengemban wahyu Ilahi kepada Nabi Suci dan juga kepada para Nabi sebelumnya adalah Malaikat Jibril, yang disebut pula Ruhul-Kudus, Ruhul-Amin atau Namusul-Akbar.
Ini seharusnya bisa menghilangkan segala keraguan mengenai siapa sebenarnya yang dimaksud Ruhul Kudus dalam khazanah Islam.
Dan keterangan di atas sesungguhnya berkesesuaian pula dengan apa yang diterangkan oleh para Nabi yang disebutkan dalam Kitab Perjanjian Lama. Demikian pula halnya dengan keterangan Yesus Kristus, yang menyatakan bahwa Roh Kudus itu adalah sebutan lain bagi Malaikat Jibril.
Memang, keterangan para nabi dari kalangan Bani Israel mengenai siapa Roh Kudus itu tak segamblang seperti Nabi Muhammad saw. Akan tetapi, benar pula bahwa konsepsi Kristen Ortodoks (Katolik) tentang Roh Kudus, tak dikenal sama sekali oleh kaum Yahudi. Padahal, Yesus Kristus adalah seratus persen orang Yahudi, dan ia menggunakan istilah Roh Kudus itu diambil dari khazanah kaum Yahudi juga.
Dalam Kitab Perjanjian Lama, kata yang digunakan untuk menyebut Jibril adalah Roh, lengkapnya Roh Tuhan. Terkecuali dalam Kitab Mazmur 51:11 dan Kitab Nabi Yesaya 3:10-11, istilah yang digunakan adalah Roh Kudus. Istilah yang sama digunakan pula dalam Kitab Talmud dan Midrash. Belakangan, istilah Roh Kudus ini digunakan secara khusus oleh para penulis Kitab Perjanjian Baru.
Kaum Yahudi menganggap Roh Kudus sebagai makhluk, termasuk satu dari sepuluh makhluk yang diciptakan oleh Allah pada hari pertama (lihat The Jewish Encycolopaedia). Tugas Roh Kudus, dalam ensiklopedi itu dilukiskan sebagai berikut:
“Menurut pengertian kaum Yahudi, hasil pekerjaan Roh Kudus yang nampak ialah Kitab Bibel, yang sekalian Kitab disusun dengan ilham Roh Kudus. Semua Nabi berkata: “Dalam Roh Kudus”, dan pertanda hadirnya Roh Kudus yang paling menonjol ialah kecakapan bernubuat. Dalam arti, orang yang ketempatan Roh Kudus tahu akan hal-hal yang sudah lampau dan akan datang. Dengan meninggalnya tiga Nabi terakhir, yaitu Hajai, Zakaria dan Maleakhi, Roh Kudus berhenti menjelma di kalangan bangsa Israel” (The Jewish Encycolopaedia).
Dari uraian ini, terang sekali bahwa menurut pendapat kaum Yahudi, Roh Kudus mengemban wahyu kepada para Nabi. Satu-satunya perbedaan pengertian Roh Kudus antara kaum Yahudi dan Islam adalah bahwa Islam memandang wahyu sebagai Firman yang keluar dari “Mulut Allah”, sedangkan kaum Yahudi menganggap wahyu sebagai sabda yang keluar dari mulut para Nabi sendiri, yang berbicara di bawah pengaruh Roh Kudus.
Sebenarnya, Yesus Kristus dan murid-murid beliau menggunakan istilah Roh Kudus dalam arti yang sama. Pengalaman Yesus berkenalan dengan Roh Kudus untuk pertama kalinya adalah dalam rupa seekor burung merpati, selepas ia dibaptis oleh Yahya (Matius 3:16).
Agaknya, peristiwa ini mengisyaratkan hubungan Roh Kudus dengan tahapan tertentu dalam perkembangan rohani manusia. Maka dari itu, Roh Kudus tak turun kepada Yesus, sampai beliau dibaptis oleh Yahya.
Pengertian Roh Kudus yang menyerupai burung merpati, ini juga terdapat dalam kepustakaan Yahudi.
Di samping itu, Yesus Kristus menyatakan bahwa Roh Kudus juga memberi ilham kepada hamba-hamba Allah yang tulus. Perhatikan beberapa ayat dalam kitab Perjanjian Lama berikut ini:
“Kalau begitu, bagaimana Daud itu sendiri memanggil Dia Tuhan dengan ilham Roh” (Matius 22:43).
“Karena Daud itu sendiri sudah berkata dengan jalan Roh Kudus” (Markus 12:36).
“Roh Kudus akan diberikan kepada orang yang memohon daripadanya” (Lukas 11:13).
Pengalaman pertama para murid Nabi ‘Isa atau Yesus Kristus tentang Roh Kudus ini pun adalah ulangan kepercayaan kaum Yahudi zaman dahulu. Sebagai misal, menurut kepercayaan kaum Yahudi, Roh Kudus datang dengan “suara yang amat gempita” (Kitab Yehezkiel 3:12). Maka demikianlah pula pengalaman para murid Nabi ‘Isa bertemu dengan Roh Kudus, “Maka sekonyong-konyong turunlah dari langit suatu bunyi seolah-olah serbuan angin yang besar” (Kisah Para Rasul 2:2).
Jadi, Roh Kudus dalam konsepsi Yesus dan para muridnya, yang direkam dalam Kitab Perjanjian Baru, adalah sama seperti konsepsi para nabi Israel dalam Kitab Perjanjian Lama, yang hampir sama pengertiannya dalam konsepsi Islam.
Agaknya, pendapat kaum Kristen Ortodoks (Katolik) bahwa Roh Kudus adalah salah satu dari tiga oknum Ilahi yang sama kekalnya dengan Allah, ini baru timbul di belakang hari.[]
Dinukil dari buku “Islamologi” karya Maulana Muhammad Ali, Bab Quran Suci (Darul Kutubil Islamiyah, 2013).
Comment here