Tertanggal 14 Januari 2008, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) mengeluarkan 12 Butir Pernyataan
12 Butir Pernyataan yang ditandatangani oleh Abdul Basith, selaku Amir Nasional JAI itu, terbit setelah melalui rangkaian dialog JAI dengan Departemen Agama, dan terkait pula dengan Rapat Bakor Pakem yang akhirnya menetapkan bahwa negara tak melarang Jemaat Ahmadiyah.
12 Pernyataan itu diketahui dan disaksikan oleh setidaknya 8 orang tokoh yang mewakili lembaga pemerintahan dan NGO terkait. Salah satu dari antara 8 orang saksi itu adalah Ir. H. Muslich Zainal Asikin, yang bertindak selaku Ketua Pedoman Besar Gerakan Ahmadiyah Indonesia (PB GAI).
Berikut adalah 12 Pernyataan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI):
- Kami, warga Jemaat Ahmadiyah, sejak semula meyakini dan mengucapkan dua kalimah syahadat sebagaimana yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Muhammad Rasulullah SAW, yaitu Asyhaduanlaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadar Rasullulah. Artinya: aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah.
- Sejak semula kami warga jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa Muhammad Rasulullah adalah Khatamun Nabiyyin (nabi penutup).
- Di antara keyakinan kami bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang guru, mursyid, pembawa berita dan peringatan serta pengemban mubasysyirat, pendiri dan pemimpin jemaat Ahmadiyah yang bertugas memperkuat dakwah dan syiar Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.
- Untuk memperjelas bahwa kata Rasulullah dalam 10 syarat bai’at yang harus dibaca oleh setiap calon anggota jemaat Ahmadiyah bahwa yang dimaksud adalah nabi Muhammad SAW, maka kami mencantumkan kata Muhammad di depan kata Rasulullah.
- Kami warga Ahmadiyah meyakini bahwa:
- tidak ada wahyu syariat setelah Al-Quranul Karim yang diturunkan kepada nabi Muhammad.
- Al-Quran dan sunnah nabi Muhammad SAW adalah sumber ajaran Islam yang kami pedomani.
- Buku Tadzkirah bukanlah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan pengalaman rohani Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan dan dibukukan serta diberi nama Tadzkirah oleh pengikutnya pada 1935, yakni 27 tahun setelah beliau wafat (1908).
- Kami warga Jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan mengkafirkan orang Islam di luar Ahmadiyah, baik dengan kata maupun perbuatan.
- Kami warga Jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan menyebut Masjid yang kami bangun dengan nama Masjid Ahmadiyah.
- Kami menyatakan bahwa setiap masjid yang dibangun dan dikelola oleh jemaat Ahmadiyah selalu terbuka untuk seluruh umat Islam dari golongan manapun.
- Kami warga Jemaat Ahmadiyah sebagai muslim melakukan pencatatan perkawinan di Kantor Urusan Agama dan mendaftarkan perkara perceraian dan perkara lainnya berkenaan dengan itu ke kantor Pengadilan Agama sesuai dengan perundang?undangan.
- Kami warga Jemaat Ahmadiyah akan terus meningkatkan silaturahim dan bekerja sama dengan seluruh kelompok/golongan umat Islam dan masyarakat dalam perkhidmatan sosial kemasyarakat untuk kemajuan Islam, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
- Dengan penjelasan ini, kami pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengharapkan agar warga Jemaat Ahmadiyah khususnya dan umat Islam umumnya serta masyarakat Indonesia dapat memahaminya dengan semangat ukhuwah Islamiyah, serta persatuan dan kesatuan bangsa.
Jakarta, 14 Januari 2008
PB Jemaat Ahmadiyah Indonesia
H. Abdul Basit
Amir
Mengetahui (disertai tanda tangan)
1. Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar (Kabalitbang dan Diklat Depag RI)
2. Prof. Dr. H. Nasarudin Umar, MA (Dirjen Bimas Islam Depag RI)
3. Prof. Dr. H. Azyumardi Azra, MA (Deputi Seswapres Bidang Kesra)
4. Drs. Denny Herdian MM (Ditjen Kesbangpol Depdagri)
5. Ir. H. Muslich Zainal Asikin, MBA, MT (Ketua II Pedoman Besar Gerakan Ahmadiyah Indonesia – GAI)
6. KH Agus Miftah (Tokoh masyarakat)
7. Irjen Pol. Drs. H. Saleh Saaf (Kaba Intelkam Polri)
8. Prof. Dr. HM Ridwan Lubis (Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
9. Ir. H. Anis Ahmad Ayyub (Anggota Pengurus Besar JAI)
10. Drs. Abdul Rozzaq (Anggota Pengurus Besar JAI)
Berita terkait
Dalam Rakor Pakem 23 Januari 2008, Bakor Pakem dengan MUI telah sepakat untuk menyelesaikan masalah JAI agar tidak menimbulkan permasalahan di umat Islam dan juga tidak menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Hal itu dikemukakan oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, Atho Mudzhar, di Jakarta, pada Jumat 25 Januari 2008 saat menyampaikan hasil Rakor Pakem 23 Januari 2008 ke publik.
Menurut Atho Mudzhar, dalam Rakor Pakem dengan MUI tersebut terdapat 3 butir kesepakatan. Pertama, agar masing-masing pihak saling mengkomunikasikan posisinya dan masing-masing pihak saling menghormati.
“Kita sepakat untuk saling menyelesaikan masalah agar tidak menimbulkan permasalahan di umat Islam dan juga tidak menimbulkan keresahan masyarakat,” ujarnya.
Kedua, penjelasan 12 butir JAI tanggal 14 Januari 2008, bagi MUI bukanlah landasan untuk pemantauan terhadap Ahmadiyah, karena penjelasan itu bukan pernyataan pertaubatan, sehingga perlu adanya pernyataan yang lebih tegas bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah bukan seorang Nabi.
Ketiga, kata Atho, Bakor Pakem setelah 3 bulan akan melakukan evaluasi pemantauannya terhadap JAI dan hasilnya akan dikomunikasikan dengan MUI.
Atho kembali menjelaskan, 12 butir penjelasan yang disampaikan Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia (PB JAI) bukan merupakan kesepakatan antara PB JAI dengan Departemen Agama, tetapi merupakan pernyataan sikap dari PB JAI sendiri.
Pemerintah, kata Atho, belum memutuskan status hukum Jema’at Ahmadiyah (JAI), hanya memberi kesempatan organisasi ini untuk melaksanakan 12 butir-butir yang disampaikan secara konsisten dan bertanggung jawab.
Bakor Pakem sendiri, kata Atho, akan terus mengkomunikasikan masalah penyelesaian Ahmadiyah ini dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Rapat Bakor Pakem di Kejaksaan Agung juga memutuskan akan terus memantau dan mengevaluasi perkembangan atas pelaksanaan isi 12 butir penjelasan JAI dimaksud di seluruh wilayah RI.
Bakor Pakem juga menghimbau semua pihak untuk memahami maksud dan tujuan itikad baik PB JAI sebagai bagian dari upaya membangun kerukunan umat beragama dengan mengedepankan kebersamaan serta menghindari tindakan-tindakan anarkis dan destruktif. (Sumber: kemenag.go.id)
Comment here